Minggu, 04 Oktober 2009

Bersedekah merupakan penguji nilai ketauhidan

Mungkin hampir setiap warga Indonesia telah mengenal nama seorang da'i di Indonesia yaitu ustad Yusuf Mansyur. Beliau merupakan da'i yang sering disebut sebagai da'i yang memiliki spesialisasi tentang sedekah. Hampir materi pengajian dan materi karya bukunya merupakan materi yang berceritakan tentang kekuatan bersedekah. Jika mendengarkan ceramah beliau, secara otomatis terdorong untuk mengeluarkan sebagian harta untuk disedekahkan. Apakah bersedekah karena disuruh ustad Yusuf Mansyur atau karena panggilan hati atau karena menunjukkan kepada yang lain, tidak ada yang tahu, karena hanya Allah dan yang memberi sedekah yang tahu. Semoga terjauhkan dari niat yang salah.

Setiap manusia sudah mengetahui bahwa makna sedekah secara prakteknya adalah memberikan harta yang dimiliki kepada orang-orang yang membutuhkan yang digunakan untuk kebaikan. Dari definisi tersebut, mungkin bisa diketahui bahwa sedekah ini ternyata sulit untuk dipraktekkan. Hampir semua manusia terutama kaum muslimin tahu tentang manfaat sedekah. Sampai anak kecil pun bisa mengerti makna sedekah ini. Lalu, apa yang susah? Secara teori bersedekah itu sangat mudah dan sederhana tetapi di lain hal untuk mempraktekkannya sangat sulit. Ketika manusia tahu dan mengerti tentang teori sedekah yang diberikan oleh ustad Yusuf Mansyur yaitu dengan memberikan sedekah maka Allah akan memberikan kembali 10 kali lipat jadi dalam bersedekah tidak ada istilah sisa uang dari sedekah tapi menjadi berapa banyak hasil sedekah. Dalam hitungan menit, setiap orang bisa mengerti teori ini. Tetapi secara praktek masih ada beberapa ganjalan yang terasa.

Jika diperhatikan, teori sedekah yang disampaikan oleh ustad Yusuf Mansyur sebenarnya sangat berkaitan dengan teori ketauhidan. Ketika bersedekah, apakah kita yakin bahwa kita sedekah karena Allah SWT atau hanya karena mengharapkan yang lain. Mungkin beliau tidak menyalahkan ketika meminta kepada Allah dan itu hal yang wajar kita meminta kepada Allah. Permasalahannya kita meminta kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar tergantung kepada Allah dan siap untuk menerima hal yang terbaik yang diberikan Allah atau kita hanya mengharapkan materi yang kita sedekahkan kembali 10 kali lipat. Di sinilah teruji ketauhidan kita, apakah kita menggantungkan hidup kita hanya kepada Allah atau kita menggantungkan diri kita terhadap materi. Bisa jadi orang akan depresi ketika hal yang diinginkannya tidak dikabulkan oleh Allah SWT karena Allah merasa ada hal yang lebih baik bagi dia (lihat Al-Baqarah ayat 216) padahal dia telah mengeluarkan sebagaian besar hartanya. Hal menarik juga yang disampaikan ustad Yusuf Mansyur dengan memberikan contoh bahwa orang yang bersedekah ternyata tidak mendapatkan hal yang dharapkannya tapi Allah menggantikan yang lain yang lebih baik. Nah contoh seperti ini berkaitan dengan firman Allah Al-Baqarah ayat 216 maka secara otomatis kita mempercaya kalimat Allah.

Hal unik yang akan dihadapi oleh manusia ketika akan bersedekah. Sekali lagi semua orang akan dengan mudah mengerti teori tentang sedekah bahwa Allah akan menggantikan sedekah tersebut kepada kita (bahkan berlipat ganda ketika bulan Ramadhan). Tetapi ketika kita akan menuaikan ibadah sedekah ini, kadang hati akan bergejolak mengatakan keraguannya atas teori ini. Nah inilah momen pengujian kepada diri kita, apakah kita percaya bahwa Allah berkata benar? Jika gejolak itu ada maka itu adalah ujian terhadap kebenaran janji Allah. Jika kita runut lagi maka sangat kompleks pembahasan ini.

Jika berbicara sedekah, teringat dengan cerita Umar bin Khatab dan Abu Bakar. Umar bin Khatab dengan tidak ragu menyumbangkan setengah hartanya untuk jalan dakwah. Ternyata Abu Bakar lebih baik lagi, beliau menyumbangkan seluruh hartanya untuk jalan dakwah. Ketika Umar bin Khatab mengetahui jumlah sedekah Abu Bakar, Umar langsung berkata bahwa dia tidak bisa melebihi Abu Bakar. Cerita ini mungkin setiap orang akan berpikir bahwa Abu Bakar adalah orang yang aneh mensedekahkan seluruh hartanya. Lalu bagaimana makan beliau untuk sehari-hari? Ternyata Abu Bakar menggantungkan hidupnya kepada Allah SWT.

Allah akan menguji kaumnya melalui empat hal, yaitu harta, kekuasaan, suam/istri, dan anak. Sedekah merupakan ujian bagi kita mengenai harta. Apabila kita mencintai harta kita maka kita tidak akan bersedia bersedekah banyak. Kasus seperti itu sama kasusnya manusia yang menggantungkan hidupnya kepada harta bukan kepada Allah. Kasus ini bisa menjadi lebih parah ketika harta itu menjadi thogut bagi manusia. Semoga kita dijauhi dari thogut.

Sedekah yang ikhlas merupakan melatih diri kita untuk menghindari dari thogut harta. Latihan ini harus dilakukan secara terus-menerus untuk melatih diri tetap menggantung diri kepada Allah SWT. Semoga hati kita tetap bergantung kepada Allah SWT. Amin

No Limit

No Limit